Di zaman modern dimana teknologi merajajela, segala
aspek kehidupan menjadi 'bersentuhan’ dan berbasis teknologi. Teknologi kini
tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Tidak dapat
dipungkiri, kemutakhiran teknologi saat ini menawarkan kemudahan dalam segala
aspek.
Dari aspek pendidikan, kini telah mengenal e-learning. Dari urusan untuk berbelanja
kini olshop sudah menjamur. Dan
inovasi baru yang cukup menuai cukup banyak kontroversi, yaitu ojol atau ojek on line. Ojek on line adalah transportasi
umum yang menggunakan akses internet untuk memesannya. Penyedia jasa ojek on
line cukup banyak, seperti Uber, Grab, dan Gojek.
Hampir di tiap-tiap kota besar kini bertebaran driver ojol. Hal ini terjadi karena
kemudahan dan kemurahan dalam menggunakan ojol mengakibatkan banyaknya peminat
pengguna jasa ini. Tentu saja hal ini berakibat munculnya peluang kerja. Ojol
menjadi potensi kerja paruh waktu yang sangat mudah untuk dijalani. Siapapun
yang memiliki lisensi mengemudi dan kendaraan dengan kondisi ‘prima’ dengan
surat-surat lengkap memiliki peluang untuk menjadi driver ojol.
Namun, adanya ojol ini dianggap ‘menggeser’
keberadaan ojek konvensional dan menimbulkan gesekan. Para ojek konvensional
merasa ojol ‘merebut’ lapangan kerja mereka. Tidak jarang perseteruan ini
berujung pada kerusuhan dan sampai menimbulkan korban. Namun seiring
berjalannya waktu, perselisihan antara ojek online dan ojek konvensional mulai
mereda dan tidak sesering ketika awal kemunculan ojek online.
Keberadaan ojek online ini sama saja seperti
inovasi-inovasi di bidang teknologi yang lainnya. Ada dampak positif berupa
kemudahan dan ada dampak negatif seperti konflik dengan ojek konvensional.
Tinggal kita sebagai masyarakat yang harus menanggapi dan menggunakannya secara
bijak.